Kebijakan Tarif Trump Ancam Perang Dagang Baru
![Ilustrasi Rantai Suplai yang terganggu akibat kebijakan terbaru Donald Trump. Sumber:Freepik](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250215143025-378.png)
ShippingCargo.co.id,Jakarta—Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menginstruksikan tim ekonominya untuk merancang rencana penerapan tarif timbal balik terhadap negara-negara yang memberlakukan tarif impor tinggi pada produk AS. Langkah ini, yang bertujuan untuk menyeimbangkan tarif perdagangan, berpotensi memicu ketegangan geopolitik dan gangguan bisnis global. Negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa—yang memiliki surplus perdagangan besar dengan AS—menjadi target utama. Kebijakan ini menandai pergeseran dramatis dari kebijakan perdagangan AS pasca-Perang Dunia II yang selama ini mendorong liberalisasi perdagangan.
Kebijakan tarif timbal balik ini bukan sekadar ancaman, melainkan langkah konkret yang dapat mengubah lanskap perdagangan global. Tiongkok, dengan surplus perdagangan $375 miliar dengan AS pada 2022, kemungkinan besar akan menjadi sasaran utama. Uni Eropa, yang memberlakukan tarif hingga 10% pada produk pertanian AS, juga berada dalam sorotan. Jepang dan Korea Selatan, yang selama ini dianggap sekutu dekat, tidak luput dari ancaman ini. Para ahli memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat memicu perang dagang baru, merusak hubungan diplomatik, dan melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Implementasi kebijakan ini berpotensi mengganggu rantai pasok global, meningkatkan biaya impor, dan memicu inflasi. Industri otomotif, teknologi, dan pertanian AS diperkirakan akan terkena dampak paling besar. Misalnya, tarif balik pada impor mobil dari Uni Eropa dapat meningkatkan harga kendaraan di pasar AS, sementara tarif pada produk elektronik China dapat memperlambat inovasi teknologi, per laporan Republika pada Sabtu (15/2/2025). Selain itu, negara-negara yang terkena dampak mungkin akan membalas dengan kebijakan proteksionis mereka sendiri, menciptakan lingkaran eskalasi yang merugikan semua pihak.
Kebijakan Trump tidak hanya berfokus pada tarif tradisional, tetapi juga mencakup peninjauan terhadap hambatan non-tarif seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak layanan digital. Beberapa negara, seperti Prancis dan India, telah memberlakukan pajak digital yang dianggap merugikan perusahaan teknologi AS seperti Google dan Amazon. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintahan Trump tidak hanya ingin menyeimbangkan tarif, tetapi juga menantang praktik perdagangan yang dianggap tidak adil. Namun, para pengamat skeptis bahwa kebijakan ini akan menghasilkan penurunan tarif yang signifikan, mengingat resistensi yang kuat dari mitra dagang AS.
Kebijakan tarif timbal balik Trump menandai babak baru dalam kebijakan perdagangan AS, tetapi juga membawa risiko besar. Jika tidak dikelola dengan hati-hati, langkah ini dapat memicu perang dagang global, merusak pertumbuhan ekonomi, dan memperburuk ketegangan geopolitik. Implementasi kebijakan ini, yang diperkirakan memakan waktu beberapa minggu hingga bulan, akan menjadi ujian bagi diplomasi dan ketahanan ekonomi global. Pertanyaannya bukanlah apakah kebijakan ini akan berdampak, tetapi seberapa besar kerusakan yang akan ditimbulkannya sebelum dunia menemukan keseimbangan baru.