ShippingCargo.co.id,Jakarta— Alang, sebuah kota kecil di Negara Bagian Gujarat, India, dikenal sebagai kuburan kapal terbesar di dunia. Di masa jayanya pada 2011 dan 2012, Alang jadi tempat pembongkaran kapal yang paling laku, membongkar hingga 415 kapal per tahunnya.

Namun, kejayaan itu kini meredup. Per Marine Insight, utilisasi galangan turun hingga semperempat kapasitas awalnya, sehingga banyak pekerja menganggur menanti kapal berikutnya.

Proses pembongkaran kapal dilakukan dengan cara unik: kapal-kapal sengaja dikandaskan saat air pasang. Setelah dipastikan aman, para pekerja memulai pembongkaran, mengekstrak komponen berharga sebelum bagian lainnya dipotong untuk besi tua. Barang bekas dijual di pasar lokal, menarik pembeli dari dalam dan luar negeri.

Namun, di balik roda ekonomi ini, muncul isu besar: lingkungan dan keselamatan kerja. Kontaminasi logam berat seperti timbal, seng, dan cat beracun mencemari pantai dan laut sekitar. Praktik pembuangan limbah yang tidak terkendali menyebabkan polusi udara dan air. Antara 2009–2012, sedikitnya 54 pekerja dilaporkan meninggal akibat kecelakaan kerja.

Meski demikian, pemerintah India bersama Jepang menggulirkan program modernisasi sejak 2010. Dengan dukungan dana lebih dari USD 100 juta, proyek ini bertujuan menjadikan Alang sesuai standar IMO dan Konvensi Hong Kong.

Beberapa galangan telah mendapatkan sertifikasi internasional seperti dari ClassNK. Namun, biaya tinggi untuk teknologi baru dan regulasi ketat memperberat beban pengusaha galangan. Kebijakan baru seperti sertifikasi BIS untuk baja daur ulang juga memperlambat distribusi material ke pasar domestik.

Di tengah tantangan geopolitik dan pasar global yang fluktuatif, masa depan Alang kini bergantung pada keseimbangan antara efisiensi ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keselamatan pekerja. Transformasi menjadi pusat daur ulang ramah lingkungan mungkin menjadi satu-satunya jalan agar Alang tetap relevan di era logistik maritim modern.