Dry Bulk Masih Belum Terpengaruh Perang Dagang, Berikut Penjelasannya
ShippingCargo.co.id, Jakarta– Tensi dagang AS-Tiongkok yang kembali meningkat diperkirakan membawa dampak lebih ringan pada sektor dry bulk dibandingkan perang dagang 2019. Meski demikian, pergeseran pola perdagangan dapat menciptakan peluang baru bagi kapal bulker kecil.
Tiongkok baru-baru ini menerapkan tarif 15% untuk impor batu bara AS. Menurut Braemar, kebijakan ini berbeda dari perang dagang sebelumnya yang lebih berfokus pada produk pertanian. Sepanjang 2024, Tiongkok mengimpor 10,7 juta ton batu bara kokas dan 1,5 juta ton batu bara termal dari AS – jumlah yang relatif kecil dari total impor batu bara Tiongkok sebesar 543 juta ton.
Roar Adland , kepala peneliti perusahaan shipbroker AS Simpson Spence & Young (SSY) menyatakan volume ekspor batu bara AS ke Tiongkok yang terdampak tarif hanya sekitar 700.000 ton per Januari 2025. Menurutnya, pengalihan volume batu bara AS ke India bisa membuka peluang ekspor batu bara Australia ke Tiongkok, namun akan mengurangi permintaan tonne-miles karena jarak pengiriman lebih pendek.
Baca Juga: Ledakan Pesanan Kapal Kontainer Berteknologi Hijau Tutup 2024
Di sisi lain, jika Tiongkok beralih ke pasokan dari Rusia, Mongolia, atau produksi domestik, hal ini dapat menurunkan kebutuhan pengiriman laut.Data AXS vessel tracking menunjukkan 62% ekspor batu bara AS ke Tiongkok tahun lalu diangkut kapal Panamax, 25% Capesize, dan 15% supramax-ultramax, seperti dilansir oleh Trade Winds.
Sementara itu, peluang baru muncul bagi kapal bulker kecil jika AS memperluas tarif ke barang Eropa. Braemar mencatat ekspor kargo kering dari Uni Eropa dan Inggris ke AS mencapai 11,6 juta ton pada 2024, didominasi penggunaan kapal supramax dan handysize. Jika tarif diterapkan, permintaan pengiriman untuk kapal-kapal ini bisa meningkat hingga 74%. Setengah dari ekspor tersebut berupa agregat, semen, dan bahan bangunan, sisanya pupuk dan baja.