Hukum Memiliki Yacht di Indonesia: Syarat, Pajak, dan Dampaknya bagi Pariwisata Bahari
ShippingCargo.co.id, Jakarta – Kepemilikan yacht di Indonesia tentu menarik perhatian. Hal ini disebabkan karena adanya peraturan terkait pajak yang cukup ketat untuk kapal pesiar mewah yang bersandar di marina.
Namun, apa dasar hukum kepemilikan yacht di Indonesia? Dasar aturan yang umum digunakan adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Berdasarkan peraturan ini, yacht dikategorikan sebagai Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah. Oleh karena itu, yacht umumnya dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) hingga 75%, kecuali yang digunakan untuk usaha pariwisata.
Indonesia sejatinya punya beberapa aturan dan kebijakan yang berfokus pada pemanfaatan yacht untuk mendukung pariwisata. PP Nomor 61 Tahun 2020 mengatur bahwa yacht yang diimpor untuk tujuan wisata akan dibebaskan dari PPnBM selama empat tahun sejak impor, dengan syarat yacht tersebut digunakan sesuai tujuan dan tidak dijual kepada pihak lain. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan sektor pariwisata bahari di Indonesia.
Baca Juga: Mengenal Wharfage, Biaya Operator Pengiriman Barang Pelabuhan
Selain dari aspek pajak, biaya kepemilikan dan perawatan yacht di Indonesia juga tidak kecil. Laporan Simpson Marine menulis bahwa biaya tahunan meliputi perawatan, docking, asuransi, dan pajak berkisar antara 5-10% dari harga yacht, dan belum termasuk biaya tambahan seperti perizinan dan biaya operasional pemeliharaan.
Melalui kebijakan ini, Indonesia berusaha menyeimbangkan antara regulasi pajak yang ketat dan daya tarik wisata bahari. Dengan adanya insentif seperti penghapusan PPnBM untuk yacht pariwisata, industri pariwisata diharapkan dapat berkembang, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan negara dari sektor lain yang terkait.