Home > Kebijakan

Pemerintah Sint Maarten Angkat Bicara soal Bendera Palsu dan Sertifikat Laut Ilegal

Kasus ini menunjukkan dalam dunia pelayaran global, nama dan reputasi sebuah negara bisa disalahgunakan.


Ilustrasi pelabuhan. Sumber:Freepik
Ilustrasi pelabuhan. Sumber:Freepik

ShippingCargo.co.id, Jakarta – Penutupan Juli 2025 diwarnai peringatan tegas dari Sint Maarten, wilayah Belanda di Karibia, terkait maraknya penyalahgunaan nama negara tersebut oleh pihak-pihak yang mengklaim mewakili registri kapal internasional dan penerbit dokumen pelaut. Menteri Pariwisata, Ekonomi, Transportasi, dan Telekomunikasi Grisha Heyliger-Marten menegaskan pekan ini bahwa Sint Maarten tidak memiliki registri kapal internasional dan tidak menerbitkan sertifikat pelaut maupun dokumen untuk kapal di atas 500 GT. "Integritas kami tidak untuk dijual, dan bendera kami tidak akan disalahgunakan," ujarnya.

Menurut data dari Equasis, saat ini ada 20 kapal besar yang secara keliru mengibarkan bendera Sint Maarten. Di antaranya terdapat kapal tanker minyak mentah seberat 160.000 GT dan kapal pengangkut LNG sebesar 114.000 GT. Penelusuran lebih lanjut menemukan 16 tanker lainnya serta satu kapal curah yang juga mencatut nama negara ini.

Ironisnya, kasus ini pertama kali terungkap lima tahun lalu, ketika seorang pelaut asal India menghubungi otoritas Saint Maarten karena merasa dokumen yang ia miliki mencurigakan. Dari sanalah investigasi resmi dimulai.

Pemerintah Saint Maarten langsung melibatkan pihak Kerajaan Belanda dan Organisasi Maritim Internasional (IMO), serta mengedarkan peringatan kepada negara-negara anggota Caribbean MOU. Mereka juga menyoroti dua entitas daring — Maritime Safety & Technical Administration (MSTA) dan IMS Registry — yang dinilai gencar mempromosikan registri kapal palsu atas nama Saint Maarten.

Investigasi lebih lanjut bahkan menemukan bahwa MSTA memiliki hubungan fiktif dengan California, Belize, dan Saint Maarten. Pihak berwenang AS pun telah mengonfirmasi adanya dugaan penipuan lintas negara terkait dokumen-dokumen tersebut.

“Kami sangat menyesalkan kerugian yang diderita para pelaut yang telah tertipu dan dirugikan secara finansial oleh praktik ilegal ini,” kata Heyliger-Marten dalam pernyataan resmi , per Maritime Executive. “Kami akan menempuh jalur hukum dan bekerja sama dengan mitra internasional untuk memastikan keadilan ditegakkan.”

Pemerintah Saint Maarten kini aktif mengimbau seluruh pelaut, perusahaan pelayaran, dan pemangku kepentingan maritim untuk selalu memverifikasi legalitas dokumen melalui kanal resmi, dan tidak ragu untuk menghubungi Kantor Urusan Maritim Saint Maarten jika ada keraguan.

Fenomena ini bukan satu-satunya. Negara lain seperti Equatorial Guinea dan Guyana juga pernah menghadapi kasus serupa, di mana kapal-kapal "bayangan" menggunakan identitas negara secara ilegal demi menghindari sanksi internasional.

× Image