Home > Kebijakan

Selat Hormuz Tetap Dibuka, Tapi Ancaman Regional Meningkat

Pemilik ulang perlu meninjau keputusan berlayar melewati Selat Hormuz.
Terbukanya selat Hormuz tidak berarti pelayaran aman. Sumber:Unsplash/Rohit Tandon
Terbukanya selat Hormuz tidak berarti pelayaran aman. Sumber:Unsplash/Rohit Tandon

ShippingCargo.co.id, Jakarta – Meskipun Selat Hormuz masih terbuka dan lalu lintas kapal terus berlangsung secara komersial, sejumlah asosiasi pelayaran dan otoritas keamanan maritim global memperingatkan risiko eskalasi yang meningkat dari Iran dan kelompok sekutunya, termasuk Houthi di Yaman.

Data pelacakan AIS menunjukkan sekitar selusin kapal tengah berlayar di jalur pemisah lalu lintas Hormuz pada Senin pagi waktu setempat, sebagian besar menuju arah timur. Namun, gangguan sinyal GPS dan kapal yang berlayar tanpa sinyal AIS ("dark ships") membuat situasi di perairan tersebut tidak sepenuhnya terpantau.

Kementerian Pelayaran Yunani telah meminta para pemilik kapal untuk “menilai ulang” keputusan berlayar melewati Selat Hormuz. Jika tetap melintas, mereka diminta meningkatkan level keamanan, menjaga jarak aman dari wilayah perairan Iran, dan mencatat detail kejadian secara menyeluruh.

Di sisi lain, BIMCO juga memperingatkan risiko tinggi di Laut Merah dan Teluk Aden setelah Houthi menyatakan kembali niatnya menyerang kapal yang terafiliasi dengan Amerika Serikat dan Israel. Namun, kapal dagang lain pun tidak luput dari potensi risiko serangan salah sasaran.

“Ancaman dari Houthi terhadap pelayaran di Laut Merah kini meningkat. Serangan terhadap kapal dagang di luar afiliasi Israel atau AS tidak bisa dikesampingkan,” ujar Kepala Keamanan BIMCO, Jakob Larsen, seperti dilansir oleh Maritime Executive.

Sementara itu, pejabat senior militer di pemerintahan Sanaa, Brigjen Mohammed Al-Sharif, mengungkapkan bahwa Presiden Mahdi al-Mashat telah memberikan perintah untuk menghadapi ancaman AS dan Israel sebagai bagian dari aliansi "Poros Perlawanan".

Al-Sharif dalam rilis pers resmi Pemerintah Yaman menekankan bahwa kekuatan militer Yaman telah berkembang pesat sejak 2018—khususnya dalam pengembangan rudal balistik dan drone—yang kini berfungsi sebagai kekuatan penangkal regional. Ia juga menyebut bahwa Yaman telah memberikan “kekalahan strategis” terhadap pasukan Amerika di Laut Merah melalui blokade laut dan serangan terhadap kapal yang dianggap berafiliasi dengan Israel.

Selat Hormuz mungkin belum ditutup, tetapi atmosfer geopolitik di sekitarnya tengah memanas. Dalam situasi di mana satu kesalahan bisa memicu konflik lebih luas, dunia pelayaran diminta tidak sekadar mengandalkan status "terbuka", melainkan juga bersiap terhadap semua kemungkinan—terutama dengan meningkatnya peran kelompok bersenjata non-negara dalam konflik kawasan.

× Image