Home > Kolom

Selat Hormuz: Nadi Minyak Dunia Terancam Konflik

Selat ini diawasi ketat oleh komunitas internasional.
Selat Hormuz merupakan salah satu titik urat nadi pelayaran kargo minyak dunia (Ilustrasi). Sumber:Freepik
Selat Hormuz merupakan salah satu titik urat nadi pelayaran kargo minyak dunia (Ilustrasi). Sumber:Freepik

ShippingCargo.co.id, Jakarta— Konflik Iran-Israel kembali memunculkan kekhawatiran lama: akankah Selat Hormuz ditutup? Bagi banyak orang awam, mungkin pertanyaannya justru: Apa itu Selat Hormuz, dan kenapa dunia heboh jika ditutup?

Selat Hormuz adalah jalur laut sempit sepanjang 167 km yang menghubungkan Teluk Persia ke Laut Arab dan Samudra Hindia. Di sinilah sekitar 20% minyak dunia—lebih dari 21 juta barel per hari—melintas, termasuk juga sepertiga perdagangan gas alam cair (LNG) global. Negara-negara besar seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Iran sendiri bergantung pada selat ini untuk menyalurkan energi ke pasar-pasar Asia, termasuk China, India, Jepang, dan Korea Selatan, per EIA.

Kini, ancaman Iran menutup selat ini sebagai respons atas serangan udara Israel telah membuat pasar minyak global gelisah. Menurut Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, harga minyak sudah bergerak naik ke angka 70-an dolar AS per barel bahkan sebelum penutupan terjadi.

Bila selat benar-benar ditutup, lonjakan harga bisa tembus 100 dolar AS per barel. Bahkan, menurut Republika,angkanya akan melonjak jika konflik berlarut.

Namun, menutup Selat Hormuz bukan hal sepele. Meski Iran kerap mengancam, tindakan ini bisa menjadi "senjata makan tuan" karena 83% ekspor Iran juga melewati selat ini. Penutupan penuh bisa memicu serangan balasan dari Amerika Serikat dan menimbulkan kerugian ekonomi besar bagi Iran sendiri, per Lloyd's List.

Selat ini juga diawasi ketat oleh komunitas internasional. Ada skema pemisahan lalu lintas kapal (Traffic Separation Scheme) yang diatur oleh Organisasi Maritim Internasional untuk menjaga keselamatan pelayaran di jalur sempit ini. Namun, dalam situasi genting, kapal berbendera AS atau Israel tetap berisiko diserang.

Secara historis, saat perang Iran-Irak (1980–1988), kapal-kapal dagang diserang, tapi Selat Hormuz tetap dibuka. Jadi, meskipun ancaman penutupan selalu ada, realisasinya tetap diragukan karena taruhannya terlalu besar secara ekonomi dan geopolitik.

Selat Hormuz bukan sekadar jalur sempit di peta. Ia adalah nadi perdagangan energi global, dan setiap ketegangan di sekitarnya punya potensi mengguncang dunia—termasuk harga BBM dan stabilitas ekonomi di Indonesia.

× Image