ShippingCargo.co.id, Jakarta —Jepang sekali lagi mengambil langkah strategis dalam lanskap logistik maritim global. Kali ini, Jepang melakukan pendekatan yang lebih preskriptif dan sistemik: Carbon Neutral Ports (CNP).

Di bawah Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata (MLIT), Jepang menargetkan emisi nol karbon di semua pelabuhan nasional pada tahun 2050. Namun yang menarik, inisiatif ini tidak dilakukan secara seragam di tingkat pelabuhan, melainkan melalui mekanisme sertifikasi berbasis terminal.

Langkah ini patut dicermati oleh para pelaku industri pelabuhan dan logistik di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang sedang mendorong agenda pelabuhan hijau. Pendekatan Jepang menawarkan pelajaran penting: bahwa transformasi hijau paling efektif bila dilakukan secara mikro, bukan makro.

Sertifikasi CNP akan menilai berbagai aspek: dari penggunaan peralatan bongkar muat rendah emisi dan pencahayaan LED, hingga pengelolaan bahan bakar ramah lingkungan bagi kapal dan sistem janji temu truk untuk efisiensi distribusi. Dengan demikian, terminal tidak hanya menjadi node fisik logistik, tetapi juga aktor aktif dalam dekarbonisasi, per Splash 247.

Dampak dari sertifikasi ini akan sangat luas. Pertama, transparansi hasil penilaian ke semua pengguna pelabuhan akan menciptakan ekosistem kompetitif—di mana operator, shipping lines, dan pengangkut darat akan terdorong untuk ikut serta dalam agenda net zero. Kedua, sertifikasi CNP berpotensi menjadi “paspor hijau” terminal Jepang dalam rantai pasok global, menarik mitra dagang yang makin ketat terhadap regulasi emisi.

Bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lain, pertanyaannya kini bukan apakah konsep ini layak ditiru, tetapi kapan dan bagaimana kita akan mulai. Jika pelabuhan ingin tetap relevan dalam perdagangan global yang makin berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance), maka sertifikasi seperti CNP bisa menjadi standar minimum baru, bukan sekadar bonus reputasi.