Home > Port

Hutchison Kalahkan PSA, Infrastruktur Pelabuhan Jadi Medan Pertarungan Baru Perang Tarif

Industri pelabuhan kini bukan hanya tentang logistik, tetapi tentang siapa yang mengendalikan pintu masuk dan keluar perdagangan global.
Ilustrasi pelabuhan. Sumber:Republika/ Prayogi
Ilustrasi pelabuhan. Sumber:Republika/ Prayogi

ShippingCargo.co.id, Jakarta — Di tengah memanasnya perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok, kompetisi di sektor logistik dan pelabuhan global memasuki babak baru: perebutan kendali atas infrastruktur pelabuhan strategis. Data terbaru dari Alphaliner menunjukkan bahwa meskipun China Merchants dan COSCO Shipping Ports (SP) masih memimpin dalam hal throughput kontainer secara global, namun dari sisi pendapatan, pemain-pemain non-Tiongkok kini semakin menonjol—dan tak hanya dalam angka.

Salah satu cerita besar tahun ini datang dari CK Hutchison Ports dan PSA International, dua rival lama yang kini nyaris seimbang dari sisi pendapatan meski terdapat selisih throughput sebesar 12,8 juta TEUs di tahun 2024. Hutchison mencatat lonjakan pendapatan 11%, menyamai PSA yang hanya tumbuh 9,2%, padahal PSA menang secara volume (100,200k TEU vs 87,500k TEU).

Lompatan pendapatan Hutchison inilah yang menjadi alasan BlackRock dan Mediterranean Shipping Company (MSC) tertarik mengakuisisi aset non-Tiongkok milik Hutchison senilai $22,8 miliar—yang akan menjadi akuisisi pelabuhan terbesar sepanjang sejarah. Namun, kesepakatan ini menghadapi penolakan keras dari Beijing, yang semakin waspada terhadap aksi korporasi lintas batas di tengah konflik perdagangan yang belum reda.

Dalam konteks perang tarif AS-China, penguatan kendali atas pelabuhan internasional bukan sekadar strategi bisnis, tetapi juga isu geopolitik, per Splash247. Alphaliner menyebut pelabuhan sebagai “medan pertempuran berikutnya”, karena meskipun armada kapal kontainer terus bertambah, jumlah terminal laut dalam tetap terbatas.

Di sisi lain, pendapatan DP World meroket 20,7%, tertinggi di antara operator global, meskipun peringkat throughput-nya masih di posisi keempat. AP Moller Terminals (APMT) dan ICTSI juga mengalami pertumbuhan signifikan masing-masing sebesar 16,2% dan 14,7%, menunjukkan bahwa pemain independen dan non-China tengah memanfaatkan ketegangan global untuk memperluas cengkeraman mereka atas jaringan pelabuhan strategis.

Sebaliknya, dua raksasa Tiongkok —COSCO SP dan China Merchants—masih memimpin volume kontainer (144 juta dan 145 juta TEUs secara berurutan), namun hanya tumbuh 3,4% dan 3,1% dari sisi pendapatan. Kinerja ini mengindikasikan tekanan dari perang tarif AS yang memberlakukan bea masuk hingga 145% terhadap produk dan layanan China, termasuk potensi pengenaan biaya tambahan bagi kapal-kapal berbendera atau buatan Tiongkok yang masuk pelabuhan AS.

Dalam bayang-bayang perang tarif, industri pelabuhan kini bukan hanya tentang logistik, tetapi tentang siapa yang mengendalikan pintu masuk dan keluar perdagangan global. Dan seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka terbaru, grey boxes atau peti kemas tak lagi hanya simbol efisiensi—mereka kini menjadi pion dalam permainan kekuatan ekonomi dunia.

× Image