Usulan Pajak Karbon: Siapa Mendukung, Siapa Menolak?

ShippingCargo.co.id, Jakarta—Negara anggota International Maritime Organization (IMO) akan membahas rencana penerapan pajak karbon global pada sektor pelayaran—langkah penting untuk mengurangi emisi yang menyumbang 3% gas rumah kaca dunia. Tanpa intervensi, emisi ini bisa melonjak hingga 10% pada 2050. Sektor ini tidak tercakup dalam Paris Agreement 2015 karena kompleksitas tanggung jawab emisi, sehingga IMO menargetkan net-zero pada 2050, meski dinilai belum cukup mencegah kenaikan suhu 1,5°C.
Dukungan vs Penolakan
Usulan pajak diajukan Kepulauan Marshall dan Solomon (2021), dengan tarif tetap per ton emisi untuk kapal besar. Lebih dari 60 negara mendukung, termasuk Inggris, Selandia Baru, Kenya, Jepang, dan Panama. Namun, menurut artikel Georgia Hammersley di Maritime Executive ini proposal perlu disetujui dua pertiga anggota MARPOL Annex XI—beberapa pendukung kunci belum termasuk di dalamnya. Penentang seperti Brasil, Tiongkok, Arab Saudi, dan Afrika Selatan khawatir beban pada negara berkembang. Menurut Hammersley, Uni Eropa juga mulai ragu, sementara Australia belum bersikap.
Tarif dan Dampak Ekonomi
Besaran pajak masih diperdebatkan, dari 18,75 hingga 150 per ton CO2. Versi 100/ton-nya bisa hasilkan 60 miliar/tahun (Bank Dunia).
Namun, negara berkembang khawatir biaya perdagangan global naik, terutama karena bahan bakar alternatif (seperti amonia) masih mahal, per Hammersley. Lonjakan harga berisiko memperburuk ketahanan pangan. Ironisnya, Kepulauan Marshall—seperti negeri Mikronesia lainnya, selain rentan terhadap iklim, bergantung pada pelayaran—justru mendorong inisiatif ini, mengingat biaya kelambanan lebih besar.
Alokasi Pendapatan Pajak
Dana pajak diusulkan untuk:
- Insentif bahan bakar ramah lingkungan (e-fuels) dan teknologi nol emisi.
- Pelatihan awak kapal dalam transisi energi.
- Bantuan ke negara rentan, seperti Negara Pulau Kecil Berkembang (SIDS).
Transisi ke energi bersih di pelayaran diperkirakan butuh $1 triliun hingga 2050. Namun, menurut peneliti Indo-Pacific Development Centre Lowy Institute tersebut, ada kekhawatiran bahwa sektor ini tidak boleh menanggung beban finansial sendirian.
Pertemuan IMO bulan ini mungkin belum menyelesaikan semua detail teknis, tetapi keputusan penting harus diambil: menunggu skema sempurna atau memulai dengan tarif rendah yang dinaikkan bertahap. Di tengah krisis iklim yang makin mengkhawatirkan, langkah pertama ini dinilai lebih realistis untuk memicu aksi global yang lebih ambisius.

ShippingCargo.co.id adalah media online yang berfokus pada informasi tentang shipping, pelabuhan, logistik, dan industri-industri yang terkait.