Home > Kebijakan

Industri Kapal Curah Kering Terancam Ambyar di 2025

Sentimen negatif terhadap sektor ini juga tercermin dalam anjloknya valuasi perusahaan kapal curah.
Ilustrasi kapal kargo curah. Sumber:Freepik
Ilustrasi kapal kargo curah. Sumber:Freepik

ShippingCargo.co.id, Jakarta —Sektor kapal curah kering (dry bulk) memasuki tahun 2025 dengan prospek yang suram, di mana investor dan analis menyebut kondisi pasar sebagai “dead money”—tidak menarik dan sulit menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek. Dengan tarif angkutan yang terus merosot dan kelebihan kapasitas yang belum teratasi, industri ini tampaknya akan menghadapi 12 bulan yang penuh ketidakpastian.

Menurut investor dan analis J Mintzmyer dari Value Investor’s Edge, pasar kapal curah saat ini berada dalam “no man’s land”, kondisi stagnan di mana investor kehilangan minat. Sementara sektor tanker dan kontainer mendapat perhatian besar karena dinamika geopolitik dan perubahan regulasi, dry bulk justru menjadi "anak tiri" dalam perbincangan pasar, seperti dilansir oleh Trade Winds.

Financier James Lightbourn dari Cavalier Shipping menyoroti kelemahan pasar khususnya di segmen kamsarmax dan panamax, di mana tarif angkutan hanya berkisar $8.000–$10.000 per hari. Bagi pemilik kapal yang menggunakan leverage tinggi, kondisi ini bisa menjadi bencana finansial, karena mereka mungkin kesulitan mencapai titik impas (cash breakeven). Situasi ini berpotensi memicu penjualan kapal besar-besaran saat pemberi pinjaman mulai melindungi aset mereka.

Meski begitu, perusahaan besar seperti Star Bulk Carriers tetap optimistis, meskipun mereka mengakui tantangan besar yang ada. Hamish Norton, presiden Star Bulk, menyatakan bahwa permintaan pengangkutan curah kering sebenarnya tumbuh, tetapi tidak cukup cepat untuk menaikkan tarif dalam beberapa kuartal mendatang. Dengan neraca keuangan yang kuat, Star Bulk mungkin justru mendapat peluang ekspansi melalui akuisisi selama periode lesu ini.

Sentimen negatif terhadap sektor ini juga tercermin dalam anjloknya valuasi perusahaan kapal curah. Menurut data Jefferies, saham Star Bulk diperdagangkan hanya di 57% dari nilai aset bersihnya (NAV), setara dengan rata-rata perusahaan sejenis. Hal ini terjadi seiring penurunan 50% dalam Baltic Dry Index, dan 63% dalam Baltic Capesize Index, yang menyeret harga saham perusahaan-perusahaan seperti Seanergy Maritime dan Genco Shipping & Trading turun hingga 44% dan 28,5% masing-masing.

Meski prospek 2025 terlihat suram, ada secercah harapan di tahun-tahun mendatang. Dengan terbatasnya pasokan kapal baru, pasar berpotensi pulih ketika permintaan mulai menguat. Namun, untuk saat ini, investor dan pemilik kapal harus bersiap menghadapi periode stagnasi yang bisa berlangsung lebih lama dari perkiraan.

Seperti yang dikatakan Norton, kondisi ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang—bagi mereka yang cukup sabar untuk menunggu pemulihan. ????

× Image