Home > Kolom

Masa Depan Maritim: Saatnya Perempuan Berlayar di Gelombang Kesetaraan

Perempuan harus mendapat kesempatan yang sama untuk berlayar, bukan hanya menjadi penumpang di industri ini.
Ilustrasi Pelaut Wanita. Sumber: Freepik
Ilustrasi Pelaut Wanita. Sumber: Freepik

ShippingCargo.co.id, Jakarta– Industri maritim selama ini identik dengan dominasi laki-laki. Namun, PT Pertamina International Shipping (PIS) mencoba mengubah paradigma ini dengan memperkuat peran perempuan dalam sektor yang selama ini dianggap "keras" dan maskulin. Apakah ini sekadar langkah simbolis, atau benar-benar menjadi awal perubahan signifikan?

Menurut data Organisasi Maritim Internasional (IMO), perempuan hanya mencakup 1,2% dari total tenaga kerja global di sektor ini. Di Indonesia, angka partisipasi perempuan bahkan hanya mencapai 2,8%. Ini menjadi bukti nyata bahwa perempuan masih menghadapi hambatan besar untuk masuk dan berkembang di industri maritim.

Oleh karena fakta tersebut, Pertamina International Shipping lantas mengambil langkah maju. PIS, melalui komunitas PERTIWI di bawah Sub Holding Integrated Marine Logistics (SH IML), mencoba menjawab tantangan ini dengan menargetkan 30% kepemimpinan perempuan pada 2034.

Ini tentu langkah ambisius, tetapi apakah cukup? Apakah target ini bisa tercapai tanpa perubahan mendasar dalam budaya kerja maritim yang cenderung eksklusif?

Komitmen PIS tidak berhenti pada angka karena mereka telah bergabung dengan berbagai organisasi nasional dan internasional seperti Women's Empowerment Principles (WEP) dari UN Women, serta berkolaborasi dengan INSA, WIMA, dan MUTIARA PELINDO. Langkah ini, menurut situs resmi PIS, menunjukkan keseriusan, tetapi implementasi di lapangan tetap menjadi tantangan terbesar.

Direktur Keuangan PIS, Diah Kurniawati, mengakui bahwa industri maritim memiliki karakteristik unik yang membutuhkan pendekatan khusus untuk menjamin keamanan dan kenyamanan pekerja perempuan. Artinya, keberagaman gender tidak cukup hanya diwujudkan dengan menambah jumlah pekerja perempuan, tetapi juga harus didukung oleh kebijakan dan lingkungan kerja yang lebih inklusif.

Baca Juga: Maersk Alihkan Jalur Melalui Tanjung Harapan untuk Keamanan

PIS juga menegaskan bahwa peningkatan peran perempuan sejalan dengan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) dan Sustainable Development Goals (SDG) poin ke-5 tentang kesetaraan gender. Artinya, ini bukan hanya tentang hak perempuan, tetapi juga tentang keberlanjutan industri maritim itu sendiri.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa keberagaman dalam kepemimpinan dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi. Jika industri maritim ingin berkembang dan bersaing di tingkat global, maka keterlibatan perempuan bukan lagi sekadar opsi, tetapi kebutuhan.

Langkah PIS patut diapresiasi, tetapi harus diiringi dengan perubahan budaya kerja yang lebih ramah perempuan, kebijakan yang mendukung, serta edukasi yang mendorong lebih banyak perempuan memasuki sektor ini. Jika tidak, target 30% kepemimpinan perempuan hanya akan menjadi angka tanpa realisasi.

× Image