Home > Shipping

Batasan Tanggung Jawab Pemilik Kapal: Lindungi atau Bebankan?

Ada dua aturan internasional yang perlu dipatuhi dalam menentukan batas tanggung jawab.
Ilustrasi shipping. Foto: Freepik
Ilustrasi shipping. Foto: Freepik

ShippingCargo.co.id, Jakarta—Dunia pelayaran internasional adalah arena yang penuh dengan dinamika dan risiko. Untuk menjaga stabilitas serta melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat, berbagai regulasi telah disusun, salah satunya adalah batasan tanggung jawab pemilik kapal.

Aturan ini , menurut Kamus Pelayaran karya Rusman Hoesien dan Daniel Manuputty, bertujuan untuk membatasi kerugian finansial yang harus ditanggung oleh pemilik kapal akibat insiden di laut, seperti kecelakaan atau kerusakan muatan. Namun, bagaimana mekanisme ini bekerja dan apa implikasinya bagi industri pelayaran?

Salah satu dasar hukum utama yang mengatur batasan tanggung jawab pemilik kapal adalah Merchant Shipping Act tahun 1984. Undang-undang ini secara rinci menjelaskan mengenai kewajiban dan hak pemilik kapal, serta mekanisme klaim yang dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.

Salah satu poin penting dalam undang-undang ini adalah penetapan batasan tanggung jawab sebesar 3.100 franc emas per ton, dengan alokasi khusus 1.000 franc untuk klaim terkait muatan.Batasan tanggung jawab ini memiliki tujuan ganda:Pertama, untuk melindungi pemilik kapal dari tuntutan ganti rugi yang tidak terbatas, yang dapat mengancam kelangsungan usahanya. Kedua, untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam transaksi maritim.

Namun, batasan tanggung jawab pemilik kapal tidak berarti mereka sepenuhnya bebas dari tanggung jawab. Pemilik kapal tetap memiliki kewajiban untuk mengoperasikan kapal dengan cara yang aman dan bertanggung jawab.

Selain berpatokan pada undang-undang tersebut, UU no 17 Tahun 2008 tentang pelayaran juga harus dipatuhi. Batasan tanggung jawab ini tidak berlaku mutlak dalam setiap situasi; terdapat beberapa pengecualian yang dapat membuat pemilik kapal bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi, terutama jika terbukti adanya kelalaian yang disengaja.

Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan Carriage of Goods by Sea Act tahun 1924, yang merupakan undang-undang pelengkap yang mengatur pengangkutan barang melalui laut serta hak dan kewajiban para pihak yang terlibat. Meskipun kedua undang-undang ini memiliki fokus yang berbeda, mereka saling melengkapi dan tidak bertentangan satu sama lain, sehingga memberikan kerangka hukum yang lebih komprehensif bagi pengangkutan barang di laut.

× Image