Home > Kebijakan

Permenhub 2/2024 dan Dampaknya pada Layanan Maritim Indonesia

Dengan distrik navigasi yang lebih terorganisir, diharapkan hambatan di jalur pelayaran dapat berkurang.
Ilustrasi suasana Distrik Navigasi. Sumber: Istimewa
Ilustrasi suasana Distrik Navigasi. Sumber: Istimewa

ShippingCargo.co.id, Jakarta—Pemerintah Indonesia kembali melakukan perubahan signifikan pada regulasi sektor pelayaran dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 2 Tahun 2024. Aturan ini mengubah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 19 Tahun 2022 mengenai organisasi dan tata kerja distrik navigasi, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan navigasi maritim.

Peraturan terbaru ini mencakup berbagai perubahan dalam struktur organisasi Distrik Navigasi, termasuk penataan jenis instalasi seperti menara suar, stasiun radio pantai (SROP), Vessel Traffic Service (VTS), kapal negara, bengkel, galangan, dan laboratorium pengamatan laut. Pasal 53A dalam peraturan ini juga memungkinkan Distrik Navigasi Tipe B untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan sebagai Badan Layanan Umum, dengan persetujuan dari kementerian terkait.

Langkah ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang baru-baru ini diperbarui oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (Cipta Kerja). Undang-undang tersebut menekankan pentingnya navigasi maritim yang aman dan efisien. Perubahan organisasi dalam PM 2/2024 diharapkan dapat memperkuat infrastruktur navigasi yang menjadi tulang punggung transportasi laut Indonesia.

Manfaat yang diharapkan dari regulasi ini adalah peningkatan efisiensi dalam pelayanan navigasi, yang berpotensi mengurangi keterlambatan operasional di sektor pelayaran. Selain itu, fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan untuk distrik tertentu dapat meningkatkan penggunaan sumber daya yang lebih optimal, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan logistik maritim.

Namun, tantangan implementasi tetap ada. Transisi ke struktur organisasi yang baru dapat menghadapi resistensi dari sumber daya manusia yang terbiasa dengan sistem sebelumnya, sehingga dapat menyebabkan gangguan jangka pendek dalam operasional. Selain itu, risiko kesalahan dalam pengelolaan keuangan pada distrik yang lebih otonom juga perlu diantisipasi.

× Image