ShippingCargo.co.id, Jakarta— PT Freeport Indonesia (PTFI) menegaskan tetap memprioritaskan pasar domestik untuk produk tembaga, meski Amerika Serikat resmi menerapkan tarif nol persen untuk konsentrat dan katoda tembaga mulai 7 Agustus 2025. Perusahaan menilai strategi ini sejalan dengan kebutuhan industri nasional dan keunggulan logistik untuk pasar Asia.

Katri Krisnati, Vice President Corporate Communications PTFI, menegaskan bahwa fokus utama perusahaan adalah memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Selain itu, produk Freeport dipasarkan ke negara-negara Asia, bukan ke AS, dengan pertimbangan efisiensi jalur pelayaran dan distribusi.

Mengutip Republika, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menjelaskan, pengiriman tembaga ke AS memakan waktu sekitar 45 hari, sementara ke Tiongkok hanya sekitar 7 hari. Tiongkok sendiri menyerap sekitar 50 persen konsumsi tembaga dunia. Perbedaan jarak ini memotong waktu tempuh dan biaya logistik secara signifikan, menjadikan Asia sebagai pasar ekspor utama perusahaan.

Meski tarif nol persen AS berlaku untuk produk tembaga yang telah melewati tahap pengolahan sekunder, PTFI belum berencana mengalihkan fokus pasar ke Amerika. Operasi pemurnian di smelter Gresik, Jawa Timur — yang menghasilkan katoda tembaga dari konsentrat — didedikasikan untuk memasok kebutuhan domestik dan regional.

Kesepakatan tarif timbal balik AS–Indonesia, yang menetapkan tarif 19 persen untuk mayoritas barang Indonesia namun membebaskan tembaga dari bea masuk, menjadi bagian dari pembahasan strategis perdagangan mineral. Namun, strategi logistik dan kapasitas pemurnian Freeport membuat pasar Asia tetap menjadi prioritas.

Dengan mempertahankan fokus pada jalur pelayaran pendek dan pasar berdaya serap tinggi di Asia, PTFI memastikan pasokan tembaga lebih cepat, biaya logistik lebih efisien, dan permintaan industri domestik terpenuhi. Kebijakan ini sekaligus menjaga daya saing produk di pasar global tanpa mengorbankan keunggulan geografis Indonesia.