Home > Kebijakan

PP No. 31/2021 Selaras Kebijakan Anti-Sanksi Panama? Berikut Penjelasannya

PP 31/2021 merupakan revisi termutakhir PP 20/2010 mengenai pelayaran.
Ilustrasi gerbang laut Terusan Panama. Sumber: Unsplash/Sam Szuchan
Ilustrasi gerbang laut Terusan Panama. Sumber: Unsplash/Sam Szuchan

ShippingCargo.co.id, Jakarta — Pemerintah Indonesia mempertegas kerangka hukum penyelenggaraan pelayaran nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran, yang resmi diberlakukan sebagai turunan dari UU Cipta Kerja. Regulasi ini menjadi pijakan hukum utama bagi seluruh aspek pelayaran, mulai dari angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, hingga perlindungan lingkungan maritim.

Nah, baru-baru ini Panama Maritime Authority (AMP) resmi memulai proses pencabutan registrasi terhadap 17 kapal yang baru-baru ini masuk dalam daftar sanksi Office of Foreign Assets Control (OFAC) AS pada Selasa (5/8/2025), per MarineLink. Langkah ini diklaim sebagai bagian dari kebijakan “zero tolerance” atas penyalahgunaan bendera kapal Panama, yang mengelola registrasi lebih dari 8.000 kapal berbobot total 250 juta GT.

Bila dilihat dari perspektif Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran, kebijakan Panama ini sejalan dengan prinsip pembinaan pelayaran yang diatur dalam Pasal 2 dan 3—khususnya fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan untuk memastikan keselamatan, keamanan, dan kepatuhan terhadap hukum internasional.

Dasar Hukum & Kewenangan Pencabutan Registrasi

Dalam konteks Indonesia, mekanisme serupa diatur melalui kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan persyaratan keselamatan/keamanan kapal (Pasal 2 ayat 3 huruf g). PP No. 31/2021 memberikan ruang bagi otoritas untuk menghentikan layanan pelabuhan atau menolak pendaftaran jika kapal melanggar ketentuan hukum atau terlibat aktivitas ilegal, mirip dengan kewenangan AMP mencabut bendera kapal.

Penegakan terhadap Kapal Sanksi

AMP menyebut pencabutan ini akan diikuti langkah terhadap entitas Panamanian yang terkait, serupa dengan pengawasan usaha jasa terkait pelayaran di Indonesia (Pasal 9-12), yang mengatur bahwa badan usaha pelayaran harus memenuhi perizinan berusaha, persyaratan teknis, dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan yang melanggar hukum.

PP No. 31/2021 juga mengatur bahwa Syahbandar memiliki kewenangan tertinggi di pelabuhan untuk memastikan kapal laik laut dan mematuhi peraturan (Pasal 42), termasuk menolak pelayanan bagi kapal yang terindikasi melanggar ketentuan atau membawa risiko keamanan.

Kaitannya dengan Shadow Fleet

Panama juga memberlakukan kebijakan baru yang melarang registrasi tanker atau bulk carrier berusia lebih dari 15 tahun guna melawan “shadow fleet”. Secara konseptual, ini sejalan dengan prinsip Kelaiklautan Kapal dalam Pasal 26-37 PP No. 31/2021, yang mewajibkan perawatan, pemeriksaan, dan sertifikasi kapal sesuai standar, serta memungkinkan penolakan registrasi bila usia atau kondisi teknis kapal tidak memenuhi persyaratan.

Kolaborasi Internasional

Partisipasi Panama dalam Registry Information Sharing Compact (RISC) mengingatkan pada prinsip kerja sama antarnegara dan pemenuhan konvensi internasional yang diakui dalam PP No. 31/2021. Pasal 3 huruf b dan g menekankan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kerja sama internasional untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

Analisis

Dari kacamata regulasi Indonesia, tindakan AMP ini bisa dianggap sebagai model best practice dalam penegakan hukum bendera kapal, dengan kombinasi due diligence pendaftaran, pembatasan teknis (usia kapal), dan pengawasan berkelanjutan. Jika Indonesia menghadapi kasus serupa, PP No. 31/2021 sudah memberi kerangka hukum untuk:

  1. Menolak atau mencabut registrasi kapal yang terdaftar di daftar sanksi internasional.
  2. Menghentikan layanan pelabuhan bagi kapal yang terlibat pelanggaran.
  3. Mengatur ulang kebijakan teknis registrasi untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan bendera.

Dengan meningkatnya pengawasan internasional terhadap “shadow fleet” dan kapal-kapal yang menghindari sanksi, penerapan tegas PP No. 31/2021 akan menjadi kunci bagi Indonesia untuk menjaga reputasi bendera nasional sekaligus mematuhi kewajiban konvensi maritim global.

× Image