Home > Kolom

Tarif AS-Tiongkok Turun, Indonesia Perlu Ambil Peran Aktif Dalam Dinamika Global

Dengan dinamika global yang terus bergerak, Indonesia diingatkan untuk tak hanya menjadi penonton, tetapi juga pengarah dalam arus baru perdagangan internasional.
Ilustrasi peti kemas. Tarif turun akan buat peran Indonesia lebih penting. Sumber:Republika/ Prayogi
Ilustrasi peti kemas. Tarif turun akan buat peran Indonesia lebih penting. Sumber:Republika/ Prayogi

Shippingcargo.co.id, Jakarta– Dalam perkembangan terbaru yang menandai meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, kedua negara sepakat untuk menurunkan tarif impor secara timbal balik selama 90 hari ke depan. Kesepakatan yang dicapai akhir pekan lalu di Jenewa itu akan memangkas tarif AS atas barang-barang Tiongkok dari 145% menjadi 30%, sementara Tiongkok akan memangkas tarif balasan menjadi 10%. Kebijakan ini dijadwalkan mulai berlaku pada 14 Mei 2025.

Pasar global langsung merespons positif. Indeks S&P 500 futures naik sekitar 3%, dan dolar AS menguat ke level tertinggi dalam sebulan. Namun bagi Indonesia, sinyal pemulihan ini juga menyimpan tantangan dan peluang strategis.

Pengamat ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai kesepakatan ini merupakan “titik balik penting dalam dinamika ekonomi global” yang bisa dimanfaatkan negara emerging market seperti Indonesia untuk memperkuat ekspor dan posisi dalam rantai pasok global. “Dengan tekanan tarif yang berkurang, industri kita bisa mendapatkan akses yang lebih kompetitif ke pasar Amerika dan Tiongkok,” ujarnya, seperti dilansir oleh Republika.

Namun, ia mengingatkan bahwa normalisasi dagang AS-Tiongkok bisa memicu trade diversion—aliran perdagangan yang sebelumnya menguntungkan Indonesia, kembali direbut oleh Tiongkok. “Karena itu, diplomasi dagang, efisiensi logistik, dan daya saing domestik harus ditingkatkan,” tambahnya.

Di sisi lain, Tiongkok juga terus memperluas jejaring ekonominya dengan ASEAN dan GCC, serta menjalin komunikasi intensif dengan Uni Eropa guna menghindari efek domino tarif AS. Fakta ini, per Maritime Executive, berhasil menunjukkan bahwa lanskap perdagangan dunia sedang bergeser ke arah lebih kompleks dan multipolar.

Bagi sektor pelayaran dan logistik Indonesia, penurunan tarif ini bisa berarti peningkatan volume pengiriman—terutama jika ekspor Indonesia ke AS dan Tiongkok meningkat. Namun, kesiapan infrastruktur pelabuhan dan jalur logistik nasional tetap krusial untuk bisa menangkap peluang tersebut secara maksimal.

“Indonesia harus bermain cerdas: bebas aktif dalam politik dagang, tapi agresif dalam membuka pasar baru dan memperkuat fondasi logistiknya,” tegas Syafruddin.

× Image