Perang Tarif AS-Tiongkok Memanas, Perdagangan Global Terancam Gonjang-ganjing

ShippingCargo.co.id, Jakarta—Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok memasuki babak baru yang lebih panas. Presiden Donald Trump resmi menaikkan tarif terhadap barang-barang asal Tiongkok menjadi total 145 persen, lonjakan tajam dari kebijakan sebelumnya. Tiongkok, sebagai mitra dagang utama AS dan ekonomi terbesar kedua dunia, langsung membalas dengan mengenakan tarif terhadap 84 persen produk asal AS yang berlaku mulai Kamis (10/4/2025).
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, menegaskan dalam unggahan X (Twitter) bahwa Tiongkok tidak akan gentar menghadapi provokasi tarif. Ia bahkan menyertakan video pidato Mao Zedong dari era Perang Korea sebagai simbol keteguhan nasional. “Kami orang Tiongkok. Kami tidak takut. Kami tidak akan mundur,” tegas Mao., seperti dikutip oleh Republika pada Jumat (11/4/2025).
Sementara itu, pasar keuangan global merespons dengan waspada. Indeks S&P 500 anjlok 3,5 persen pada Kamis, membalikkan euforia kenaikan hari sebelumnya. Para investor khawatir perang dagang yang terus memburuk akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
Trump, yang sebelumnya mengancam tarif terhadap 60 negara, kini memfokuskan serangannya kepada Tiongkok. Di luar tarif 125 persen yang disebut sebagai respons terhadap defisit dagang, Gedung Putih juga mengaitkan langkah tersebut dengan dugaan peran Tiongkok dalam perdagangan ilegal fentanil. Bahkan, paket impor kecil dari Tiongkok seperti belanja daring dari Temu dan Shein kini dikenai pajak 120 persen, dengan biaya per item yang terus meningkat.
Di sisi lain, Tiongkok menilai langkah Trump sebagai bentuk "barbarisme abad ke-21." Pemerintah Tiongkok menyebut tekanan melalui tarif tidak akan membuat mereka menyerah, menegaskan bahwa pintu negosiasi tetap terbuka hanya jika dilakukan dengan saling menghormati dan posisi yang setara, per gCaptain.
Bagi industri maritim dan logistik global, konflik ini bisa mengacaukan jalur perdagangan utama. Dengan tarif ekstrem, volume ekspor-impor AS–Tiongkok dapat anjlok, memengaruhi arus peti kemas, utilisasi kapal, dan keseimbangan pelayaran lintas benua. Perusahaan pelayaran kini dipaksa menyesuaikan rute dan strategi muat, sementara pelabuhan internasional menghadapi ketidakpastian pergerakan kontainer dan pendapatan.
Jika perang tarif berlanjut, bukan tidak mungkin rantai pasok global akan mengalami realokasi besar-besaran, menjadikan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebagai pusat alternatif logistik dan manufaktur baru. Namun, risiko volatilitas pasar tetap membayangi.

ShippingCargo.co.id adalah media online yang berfokus pada informasi tentang shipping, pelabuhan, logistik, dan industri-industri yang terkait.