Mekanisme Penetapan Harga Emisi, Langkah Nyata Menuju Industri Shipping Berkelanjutan?
ShippingCargo.co.id, Jakarta— Upaya global untuk menekan emisi gas rumah kaca di sektor pelayaran memasuki babak baru. Pada Januari 2025, hampir 50 negara, termasuk Panama, Bahama, Kepulauan Marshall, dan Liberia, mengajukan proposal mekanisme penetapan harga. Inisiatif ini krusial bagi Indonesia, negara maritim yang akan merasakan dampaknya pada biaya logistik, harga barang, serta adopsi teknologi ramah lingkungan di sektor pelayaran.
Langkah ini merupakan respons terhadap kebutuhan mendesak untuk menurunkan emisi GRK dalam industri pelayaran, sejalan dengan target dekarbonisasi penuh pada tahun 2050. Mekanisme penetapan harga GRK diharapkan dapat mendorong perusahaan pelayaran beralih ke teknologi dan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Arsenio Dominguez, Sekretaris Jenderal Organisasi Maritim Internasional (IMO) menyatakan bahwa usulan ini bertujuan memperkecil perbedaan harga antara bahan bakar rendah atau nol karbon—seperti amonia hijau, metanol, dan hidrogen—dengan bahan bakar konvensional, sehingga mendorong penggunaan bahan bakar bersih.
Baca Juga: Pemerintah Tingkatkan Konektivitas Maritim Nasional
"Kami semakin dekat dengan solusi pragmatis yang akan membantu industri mencapai target dekarbonisasi," tutur Dominguez, seperti dilansir oleh Trade Winds pada Kamis (9/1/2025).
Sebagai tindak lanjut, Komite Perlindungan Lingkungan Maritim (Marine Environment Protection Committee (MEPC)) akan bertemu April mendatang untuk penyelesaian draf solusi dekarbonisasi. Guy Platten, mantan Sekretaris Jenderal Kamar Pelayaran Internasional atau International Chamber of Shipping (ICS), menilai usulan baru ini menunjukkan negara anggota IMO mulai menyepakati opsi ideal pendanaan dekarbonisasi industri pelayaran.
"[Akan ada] Teks bersama yang diajukan koalisi luas ini adalah solusi pragmatis dan cara paling efektif untuk mendorong transisi energi yang cepat di sektor pelayaran demi mencapai target nol emisi IMO pada atau mendekati tahun 2050," ujar Platten.