Badai, Gempa, Tsunami: Bagaimana Industri Shipping Menghadapi Act of God?
ShippingCargo.co.id, Jakarta– Industri shipping secara umum merupakan industri yang kerap dilanda masalah yang berkaitan dengan alam dalam prosesnya. Badai, gempa, bahkan Tsunami dapat mempengaruhi proses shipping, logistik laut, dan rantai suplai, dan berpengaruh.
Kondisi ini dikenal sebagai Act of God atau Tindakan Tuhan. Kondisi ini, seperti dikutip dari Kamus Pelayaran karya Rusman Hoesien, MSc dan Capt. Daniel Manuputty, merupakan kondisi Force Majeure atau sebuah kejadian yang berada di luar kekuasaan manusia, umpannya ombak pasang surut, gempa bumi, atau segala tindakan administratif yang menentukan atau mengikat atau kegiatan mendadak yang tidak dapat diatasi.
Konsep ini sering tercantum dalam Bill of Lading (B/L), yang membebaskan kedua belah pihak (importir dan eksportir) dari tanggung jawab atas kejadian yang tidak bisa dikendalikan.Hal ini selaras dengan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran memiliki dua pasal yang berkaitan dengan Act of God atau kondisi force majeure saat berlayar:
- Pasal 40 mengatur tanggung jawab perusahaan angkutan laut terhadap muatan. Jika terjadi kerugian atau kerusakan muatan selama proses pengangkutan, perusahaan bertanggung jawab, kecuali dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh keadaan yang tidak dapat dihindari atau di luar kendali perusahaan, mengacu pada Act of God atau force majeure.
- Pasal 41 Ayat 1 menjelaskan bahwa perusahaan angkutan laut bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran, namun pengecualian diberikan bila terjadi bencana alam atau kondisi force majeure, yang dapat meringankan tanggung jawab perusahaan.
Meskipun tidak secara spesifik terkait pelayaran, KUHPerdata juga mengatur mengenai force majeure melalui Pasal 1244 dan 1245, yang membebaskan seseorang dari kewajiban membayar ganti rugi jika ia tidak dapat memenuhi kewajibannya akibat kejadian di luar kendalinya. Pasal 1365 KUHPerdata juga dapat terkait dalam konteks asuransi pelayaran dan tanggung jawab.
Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap force majeure dalam industri pelayaran sangat penting, terlebih dalam menghadapi ancaman bencana alam yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Semua pihak harus memastikan perlindungan asuransi yang memadai serta memahami ketentuan hukum yang berlaku dan kerugian dapat ditekan.