Sengketa Hukum Pelayaran Meningkat, Apa Dampaknya?
![Hukum pelayaran mempengaruhi jalannya pelayaran. Sumber: Freepik](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250209160757-224.png)
ShippingCargo.co.id, Jakarta—Para eksekutif di sektor pelayaran memperingatkan bahwa peningkatan sengketa hukum bagi pemilik kapal akan semakin tajam akibat kombinasi sanksi, upaya dekarbonisasi, serta kompleksitas regulasi bahan bakar baru. Kondisi ini menambah lapisan ketidakpastian yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga menekan biaya hukum yang harus ditanggung oleh pemilik kapal.
Menurut UK Defence Club, lingkungan klaim hukum yang semakin menantang muncul di tengah perubahan besar dalam industri, seperti penerapan regulasi FuelEU Maritime yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam konteks ini, peran hukum menjadi krusial karena tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi pasar pelayaran, tetapi juga oleh konflik geopolitik dan dinamika transisi energi yang terus berkembang. Situasi ini menuntut pemilik kapal dan penyewa kapal untuk menyesuaikan klausul dalam perjanjian sewa guna mengantisipasi dampak penggunaan bahan bakar alternatif.
Kepala eksekutif UK Defence Club, Daniel Evans, menyatakan bahwa ada banyak aspek yang masih tidak pasti dan sulit diprediksi, yang berpotensi berdampak signifikan bagi pemilik kapal dan penyewa. Ia menyoroti bahwa beberapa isu terkait FuelEU Maritime mungkin baru muncul beberapa bulan mendatang, sehingga penyusunan klausul kontrak menjadi semakin kompleks. Di samping itu, kenaikan biaya pengacara yang semakin tinggi mendorong UK Defence Club untuk mengusulkan kenaikan premi sebesar 5% pada pembaruan 2025, per Tradewinds.
Untuk mengatasi lonjakan biaya hukum, UK Defence Club sedang mendorong perubahan dalam sistem penagihan pengacara dengan beralih dari tarif per jam ke paket harga tetap. Selain itu, arbitrase menjadi salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang tengah digalakkan, terutama di pusat arbitrase seperti Singapura. Namun, kekhawatiran tetap ada karena sistem arbitrase di Singapura tidak memberikan hak banding kepada pihak yang kalah, berbeda dengan sistem di London.
Secara keseluruhan, berbagai faktor seperti sanksi internasional, transisi hijau, dan ketidakpastian pasar telah menciptakan lanskap hukum yang semakin kompleks bagi industri pelayaran. Tantangan ini menuntut para pemilik kapal untuk lebih proaktif dalam mengantisipasi risiko hukum dan mengadopsi strategi penyelesaian sengketa yang lebih efisien guna mengurangi beban biaya yang semakin meningkat.