Teknologi Propulsi Kapal Berbasis Sulfur, Peluang dan Tantangan
ShippingCargo.co.id, Jakarta—Teknologi penyimpanan energi termal berbasis sulfur atau belerang menghadirkan potensi baru bagi industri pelayaran. Dengan memanfaatkan reaksi kimia yang menghasilkan panas tinggi, teknologi ini berpeluang mengurangi emisi karbon sekaligus menekan biaya operasional kapal.
Reaksi termokimia antara sulfur, oksigen, dan hidrogen dapat menghasilkan suhu hingga 1.200°C yang cukup untuk mengoperasikan turbin gas atau udara secara eksternal. Reaksi ini bersifat reversibel, di mana senyawa hasil reaksi, seperti sulfur dioksida dan sulfur oksida, dapat didaur ulang menggunakan panas tinggi dari reaktor nuklir atau pembangkit listrik tenaga surya. Teknologi ini berpotensi menggantikan bahan bakar fosil dalam propulsi kapal, menawarkan solusi rendah karbon yang lebih ramah lingkungan.
Pada aspek efisiensi, penelitian Pegasus Consortium menunjukkan bahwa kapal berbobot 200.000 ton dengan daya 100.000 tenaga kuda dapat mengurangi kebutuhan energi secara signifikan jika kecepatan dikurangi dari 25 knot menjadi 12,5 knot. Dalam kondisi ini, kapal dapat beroperasi hingga 235 jam sejauh 2.500 mil laut hanya dengan 5.000 ton sulfur dan 16.000 ton asam sulfat.
Hal ini membuka peluang besar bagi pengaplikasian teknologi sulfur dalam pelayaran jarak pendek atau layanan pantai.Namun, tantangan utama terletak pada infrastruktur dan biaya awal. Teknologi ini membutuhkan akses ke pembangkit listrik suhu tinggi untuk mendaur ulang senyawa sulfur, yang saat ini terbatas pada lokasi tertentu, per Maritime Insitute.
Biaya logistik untuk pengiriman sulfur dan asam sulfat, serta pengangkutan hasil reaksi kembali ke fasilitas daur ulang, menjadi faktor penting yang harus diperhitungkan. Meski demikian, biaya bahan bakar sulfur yang lebih murah, sekitar $0,02 per kilowatt-jam dibandingkan bensin pada $0,11 per kilowatt-jam, menawarkan penghematan signifikan dalam jangka panjang.
Teknologi penyimpanan energi berbasis sulfur perlu diuji lebih lanjut dalam aplikasi stasioner seperti pembangkit listrik tenaga surya atau reaktor nuklir sebelum diimplementasikan secara penuh dalam sektor pelayaran. Pengembangan lebih lanjut dan dukungan kebijakan yang tepat akan membuat teknologi ini dapat menjadi solusi masa depan untuk pelayaran yang lebih bersih dan hemat biaya.