ShippingCargo.co.id,Jakarta — Pemerintah Indonesia menargetkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 berada di kisaran 2,48–2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB). Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan fiskal akan tetap ekspansif namun terarah, menekankan pengeluaran negara yang produktif dan selektif di tengah tekanan global.

Dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 13 Mei silam, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pendapatan negara tahun depan diproyeksikan mencapai 11,71% hingga 12,22% dari PDB, sedangkan belanja negara ditetapkan dalam rentang 14,19% hingga 14,75%. Optimalisasi basis pajak, peningkatan kepatuhan, serta perluasan sistem digital seperti Coretax menjadi instrumen kunci dalam mendorong penerimaan, per Republika.

Pemerintah juga akan mengalokasikan anggaran secara cermat untuk sektor-sektor prioritas, termasuk pembangunan dan modernisasi pelabuhan. Dalam kerangka defisit 2,53%, sektor kemaritiman mendapatkan porsi strategis melalui alokasi Rp96,8 triliun untuk 23 proyek pelabuhan nasional yang tersebar di 15 provinsi, dengan 40% pendanaannya berasal dari skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Program unggulan seperti pelabuhan Calabai di NTB dan pelabuhan Sungai Nyamuk di Nunukan, Kalimantan Utara, ditargetkan mendukung konektivitas ekspor-impor serta logistik wilayah perbatasan. Selain itu, pembangunan fasilitas pelabuhan Kaimana di Papua Barat diarahkan untuk memperkuat rantai dingin komoditas perikanan dan akses antarpulau.

Untuk memperkuat efisiensi belanja, anggaran berbasis kinerja dan sistem digital seperti Port Community System 4.0 akan diterapkan secara masif. Simulasi Kemenko Maritim memperkirakan efisiensi biaya logistik nasional dapat meningkat, mengurangi beban ekonomi hingga Rp48 triliun per tahun.

Dengan strategi fiskal ini, pemerintah berupaya menjaga keberlanjutan transformasi ekonomi, terutama di sektor logistik maritim yang menjadi kunci distribusi nasional dan penggerak pertumbuhan daerah.