Home > Kolom

Tarif, Globalisasi, dan Pelayaran di tengah Perang Tarif

Indonesia masih terjebak di tengah-tengah perang tarif.
Indonesia masih terjebak di perang tarif. Sumber:Freepik
Indonesia masih terjebak di perang tarif. Sumber:Freepik

ShippingCargo.co.id, Jakarta—Di tengah gempuran wacana tarif baru yang digulirkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump, dunia kembali diingatkan bahwa sejarah tak pernah berhenti berjalan. Globalisasi—seperti ombak di laut—tetap bergerak maju, dan industri pelayaran berada tepat di tengah pusaran itu.

Meskipun banyak pihak mencemaskan dampak tarif terhadap ekspor-impor, data menunjukkan sebaliknya. Perdagangan global justru tumbuh 6% sejak 2020, bahkan volume kontainer dunia mencapai rekor 74 juta TEUs pada 2024. Bukannya tenggelam, globalisasi terus mengalir—meski arah arusnya kadang berbelok.

Namun, ancaman tarif AS terhadap kapal-kapal buatan Tiongkok menimbulkan tantangan nyata. Maersk, misalnya, memperkirakan biaya tambahan sebesar $1–1,5 juta per panggilan pelabuhan akibat bea masuk baru untuk kapal dari Tiongkok—yang menyumbang hampir 80% dari armadanya yang baru dipesan.

Sementara itu, CMA CGM justru memilih berinvestasi besar di AS: membangun 30 kapal berbendera AS, logistik, hingga fasilitas pelabuhan dan udara, demi tetap kompetitif di pasar Amerika. Keputusan ini, menurut opini yang ditulis oleh Editorial Maritime Executive, bukan hanya taktik bertahan, tapi bentuk nyata dari menyesuaikan layar saat angin berubah.

Indonesia, sebagai negara maritim dan mitra dagang global, harus bersiap. Banyak kapal niaga nasional menggunakan skema leasing dari Tiongkok, mirip dengan tren global. Jika AS memperluas definisi “kendali Tiongkok,” maka kapal Indonesia pun bisa terdampak biaya tambahan atau hambatan pelabuhan saat masuk pasar AS.

Bagi pelayaran dan logistik Indonesia, pelajaran utamanya adalah: fleksibilitas dan adaptasi adalah kunci. Seperti saran dari panel Geneva Dry 2025, pelaku industri harus mampu menggeser arah dengan cepat—baik melalui diversifikasi pasar, penyesuaian struktur pembiayaan kapal, atau memperkuat kerja sama intra-ASEAN dan Afrika.

Tarif mungkin akan naik. Arah angin global mungkin berubah. Tapi Indonesia bisa tetap berlayar, jika tahu kapan menarik layar dan kapan menyesuaikannya. Seperti kata pepatah pelaut: “Kita tidak bisa mengubah arah angin, tapi kita bisa menyesuaikan layar.”

× Image