Home > News

Surplus Dagang Indonesia: Peluang dan Tantangan Logistik

Pemerintah dan pelaku industri perlu berkolaborasi dalam banyak bidang.
Ilustrasi rantai pasok logistik, pertimabngan isu ini. Sumber: Freepik.
Ilustrasi rantai pasok logistik, pertimabngan isu ini. Sumber: Freepik.

ShippingCargo.co.id, Jakarta—Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada Januari 2025, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan sebesar 3,45 miliar dolar AS. Nilai ekspor mencapai 21,45 miliar dolar AS, sementara impor sebesar 18 miliar dolar AS. Meskipun demikian, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara mitra utama, terutama Tiongkok, Australia, dan Ekuador.

Defisit perdagangan dengan Tiongkok mencapai 1,77 miliar dolar AS, terutama disebabkan oleh impor mesin dan peralatan mekanis (HS 84), mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), serta plastik dan barang dari plastik (HS 39). Sementara itu, defisit dengan Australia sebesar 0,19 miliar dolar AS dipicu oleh impor serealia (HS 10), logam mulia dan perhiasan (HS 71), serta bahan bakar mineral (HS 27). Defisit dengan Ekuador sebesar 0,13 miliar dolar AS disebabkan oleh impor kakao dan olahannya (HS 18), tembakau dan rokok (HS 24), serta bijih logam, terak, dan abu (HS 26), per Republika.

Sebaliknya, Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar 1,58 miliar dolar AS, didorong oleh ekspor mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), pakaian dan aksesoris rajutan (HS 61), serta alas kaki (HS 64). Surplus dengan India mencapai 0,77 miliar dolar AS, terutama dari ekspor bahan bakar mineral (HS 27), bahan kimia anorganik (HS 28), dan lemak serta minyak hewan/nabati (HS 15). Dengan Filipina, surplus sebesar 0,73 miliar dolar AS berasal dari ekspor kendaraan dan bagiannya (HS 87), bahan bakar mineral (HS 27), serta lemak dan minyak nabati (HS 15).

Perubahan dalam neraca perdagangan ini memiliki implikasi signifikan terhadap sektor pelayaran dan logistik nasional. Defisit dengan Tiongkok misalnya, menunjukkan tingginya volume impor yang memerlukan kapasitas angkut besar dari armada kapal niaga Indonesia. Hal ini dapat meningkatkan permintaan terhadap layanan logistik dan pelayaran, namun juga menimbulkan tantangan terkait keseimbangan perdagangan dan ketersediaan kapal untuk rute ekspor.

Di sisi lain, surplus perdagangan dengan Amerika Serikat, India, dan Filipina mengindikasikan peningkatan aktivitas ekspor. Ini berarti kebutuhan akan jasa pengiriman barang ke negara-negara tersebut akan meningkat, membuka peluang bagi perusahaan pelayaran domestik untuk memperluas jangkauan layanan mereka. Namun, peningkatan ekspor juga memerlukan penyesuaian dalam manajemen rantai pasok dan infrastruktur logistik untuk memastikan pengiriman barang yang efisien dan tepat waktu.

Secara keseluruhan, dinamika neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2025 mencerminkan tantangan dan peluang bagi sektor pelayaran dan logistik. Pemerintah dan pelaku industri perlu berkolaborasi dalam mengoptimalkan infrastruktur, meningkatkan efisiensi operasional, dan memastikan keseimbangan antara arus impor dan ekspor guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

× Image